Suku Kutai adalah suku asli yang mendiami wilayah Kalimantan Timur. Suku
kutai berdasarkan jenisnya adalah termasuk suku melayu tua sebagaimana
suku-suku dayak di Kalimantan Timur. Diperkirakan suku kutai masih
serumpun dengan suku dayak, khususnya dayak rumpun ot-danum. Oleh
karena itu secara fisik suku kutai mirip dengan suku dayak rumpun
ot-danum. Dan adat-istiadat lama suku kutai banyak kesamaan dengan
adat-istiadat suku dayak rumpun ot-danum (khususnya tunjung-benuaq)
misalnya; erau (upacara adat yang paling meriah), belian (upacara tarian
penyembuhan penyakit), memang, dan mantra-mantra serta ilmu gaib
seperti; parang maya, panah terong, polong, racun gangsa, perakut,
peloros, dan lain-lain. Dimana adat-adat tersebut dimiliki oleh suku
kutai dan suku dayak.
Pada awalnya Kutai bukanlah nama suku, akan tetapi nama tempat/wilayah
dan nama Kerajaan. Kemudian lambat laun KutaiI menjadi nama suku. Nama
Kutai berawal dari nama Kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman,
sebenarnya nama kerajaan ini awalnya disebut
Queitaire (Kutai) oleh
Pendatang dan Pedagang awal abad masehi yang datang dari India selatan
yang artinya Belantara dan Ibukota Kerajaannya bernama Maradavure
(Martapura) berada di Pulau Naladwipa dan letaknya di tepi Sungai
Mahakam di seberang Persimpangan Sungai Kanan Mudik Mahakam yakni
Sungai Kedang Rantau asal nama Kota Muara Kaman sekarang.
Dalam berita Campa atau Cina disebut Kho-Thay artinya Kota Besar atau Bandar Kerajaan Besar.
Jadi sebutan Kutai awalnya berasal dari berita India adalah Queitaire
artinya Belantara dan Barulah kemudian dalam bahasa melayu di sebut
“Kutai” (berdasarkan dialek melayu).
Sumpah Palapa Patih Gajah Mada di Majapahit sempat menyebutkan Tunjung
Kuta, ada pula yang mengatakan tulisan yang benar adalah Tunjung Kutai,
akan tetapi ini pada masa Kerajaan Kutai Kartanegara.
Dari pemaparan di atas diketahui bahwa KUTAI pada masa itu adalah nama
Kerajaan/kota/wilayah bukan nama suku (etnis). Lalu bagaimanakan awal
kemunculan Suku Kutai ??? jawabannya adalah:
Di Kutai dahulu terbagi menjadi lima puak (lima suku):
1. Puak Pantun
Puak Pantun adalah suku tertua di Kalimantan Timur, dan merupakan suku
atau Puak yang paling Tua diantara 5 Suku atau Puak Kutai lainya, mereka
adalah suku yang mendirikan kerajaan tertua di Nusantara yaitu
kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman pada abad 4 Masehi. Raja
pertamanya dikenal dengan nama Kudungga, dan kerajaan ini jaya pada
masa dinasti ketiganya yaitu pada masa Raja Mulawarwan. Dibawah
pimpinan Maharaja Mulawarman, kehidupan sosial dan kemasyarakatan
diyakini berkembang dengan baik. Pemerintahan berpusat di Keraton yang
berada di Martapura wilayah kekuasaannya terbentang dari Dataran Tinggi
Tunjung (Kerajaan Pinang Sendawar), Kerajaan Sri Bangun di Kota
Bangun, Kerajaan Pantun di Wahau, Kerajaan Tebalai, hingga ke pesisir
Kalimantan Timur, seperti Sungai China, Hulu Dusun dan wilayah lainnya.
Dengan penaklukan terhadap kerajaan-kerajan kecil tersebut, kondisi
negara dapat stabil sehingga suasana tentram dapat berjalan selama masa
pemerintahannya.
Suku ini mendiami daerah Muara Kaman Kab. Kutai Kartanegara dan sampai
Daerah Wahau dan Daerah Muara Ancalong, serta Daerah Muara Bengkal,
Daerah Kombeng di dalam wilayah Kab.Kutai Timur sekarang.
2. Puak Punang
Puak Punang (Puak Kedang) adalah suku yang mendiami wilayah pedalaman.
Diperkirakan suku ini adalah hasil percampuran antara puak pantun dan
puak sendawar (tunjung-benuaq). Oleh karena itu, logat bahasa Suku Kutai
Kedang mengalunkan Nada yang bergelombang. Misalya bahasa Indonesia
“Tidak”, Bahasa Kutai “Endik”, Bahasa Kutai Kedang “Inde”…. tegas alas
gelombang. Suku ini mendirikan kerajaan Sri Bangun di Kota Bangun (atau
dikenal dengan nama Negeri Paha pada masa pemerintahan Kutai
Matadipura). Puak punang ini tersebar diwilayah Kota Bangun, Muara
Muntai, danau semayang, Sungai Belayan dan sekitarnya.
3. Puak Pahu
Puak Pahu adalah suku yang mendiami wilayah kedang pahu. Suku ini tersebar di muara pahu dan sekitarnya.
4. Puak sendawar (Puak Tulur Djejangkat)
Puak Sendawar adalah suku yang mendiami wilayah sendawar (Kutai Barat),
suku ini mendirikan Kerajaan Sendawar di Kutai Barat dengan Rajanya
yang terkenal dengan nama Aji Tulut Jejangkat. Suku ini mendiami daerah
pedalaman.
5. Puak Melani (melanti)
Puak Melani adalah suku yang mendiami wilayah pesisir. Mereka merupakan
suku termuda diantara puak-puak Kutai, di dalam suku ini telah terjadi
percampuran antara suku kutai asli dengan suku pendatang yakni;
Banjar, Bugis, Jawa dan Melayu. Suku ini mendirikan kerajaan Kutai
Kartanegara. Raja pertamanya bernama Aji Batara Agung Dewa Sakti. Suku
ini mendiami wilayah pesisir seperti Kutai Lama dan Tenggarong.
Dalam perkembangannya puak pantun, punang, pahu dan melani kemudian
berkembang menjadi suku kutai yang memiliki bahasa yang mirip namun
berbeda dialek. Sedangkan puak sendawar (puak tulur jejangkat) yang
hidup di pedalaman berkembang menjadi suku dayak.
Terpecahnya PUAK KUTAI melahirkan/menurunkan suku Dayak dan Kutai
Disinilah awal terbaginya dua golongan atau kelompok suku besar di
Kutai.. yakni dayak dan kutai (haloq). Haloq adalah sebutan bagi suku
asli Kutai yang keluar dari adat/budaya/kepercayaan nenek moyang.
Sebutan haloq mulai timbul ketika suku-suku dari puak-puak kutai di atas
mulai banyak meninggalkan kepercayaan lama (misalnya masuk Islam).
Karena puak pantun, punang, dan melani sebagian besar meninggalkan adat
atau kepercayaan lama mereka maka, mereka mulai di sebut “orang haloq”
oleh puak lain yang masih bertahan dengan kepercayaan lamanya
(kepercayaan nenek moyang). Dan puak yang masih bertahan dengan
adat/kepercayaan lamanya sebagian besar adalah puak sendawar (puak tulur
jejangkat), meskipun sebagian kecil ada juga suku dari puak sendawar
yang meninggalkan adat lama (Behaloq). Sejak itulah orang haloq dan
orang yg bukan haloq terpisah kehidupannya, karena sudah berbeda adat
istiadat.
Lambat laun orang haloq ini menyebut dirinya “orang kutai” yang berarti
orang yang ada di benua Kutai atau orang dari wilayah Kerajaan Kutai.
Sejak itu lah kutai lambat laun mulai menjadi nama suku, yang mana suku
kutai ini berasal dari puak pantun, punang, pahu dan melani dan
sebagian kecil puak sendawar.
Puak sendawar yang sebagian besar masih bertahan dengan
adat/kepercayaan lama kemudian berpencar membentuk kelompok-kelompok
suku pedalaman dan terasing. Mereka kini menjadi suku Tunjung, Benuaq,
Penihing, Oeheng, Bentian, Bahau, Modang dan lain-lain. Mereka adalah
suku yang disebut suku “Dayak” pada masa kini. Dayak adalah sebutan
yang dipopulerkan oleh orang Belanda, dimana mereka menyebut suku2 asli
yang mendiami pedalaman Kalimantan sebagai “Dayaker”.
“Dayak” dalam bahasa beberapa sub suku dayak berarti “hulu”.
Jadi yang disebut “suku Kutai” sekarang ini adalah suku dari puak
pantun, punang, pahu dan melani. Sedangkan suku dayak adalah dari puak
sendawar. Jadi suku kutai bukanlah suku melayu muda akan tetapi adalah
suku melayu tua, sama seperti suku dayak. Pengelompokkan suku kutai
kedalam ras melayu muda hanya berdasarkan Sosio-religius atau kultural,
bukan berdasarkan jenisnya (melayu tua).
Saat ini peneliti membagi suku kutai menjadi 4 sub-etnis:
1. Suku Kutai Tenggarong. (yang sebenarnya berasal dari puak melani)
2. Suku Kutai Kota Bangun. (yang sebenarnya berasal dai puak punang)
3. Suku Kutai Muara Pahu. (yang sebenarnya berasal dari puak pahu)
4. Suku Kutai Muara Ancalong. (yang sebenarnya berasal dari puak pantun)
BAHASA KUTAI
Saat ini bahasa kutai terbagi ke dalam 3 dialek:
1. Kutai Tenggarong (vkt). Contoh: endik, artinya tidak
2. Kutai Kota Bangun (mqg). Contoh: inde / nade, artinya tidak
3. Kutai Muara Ancalong (vkt). Contoh: Hik, artinya tidak
(* sebenarnya ada diaelek bahasa kutai lainnya seperti dealek kutai
pantun, sengatta, guntung dll. Yang belum diteliti oleh peneliti)
Contoh beberapa persamaan bahasa Kutai dengan Dayak:
• Nade (Bahasa Kutai Kota Bangun); nadai (Bahasa dayak Iban / Kantu’), artinya tidak.
• Celap (bahasa kutai tenggarong, bahasa dayak Iban, bahasa dayak tunjung); jelap (bahasa dayak benuaq), artinya dingin.
• Balu (bahasa kutai tenggarong); balu (bahasa dayak iban); balu’ (bahasa dayak benuaq), artinya janda.
• Hek (bahasa kutai ), he’ (bahasa dayak tunjung), artinya tidak.
• Manok (bahasa kutai), manok (bahasa dayak) artinya ayam
• Alak (bahasa kutai), alaq (bahasa dayak kenyah) artinya ambil
• Telek (bahasa kutai kota bangun), telek (bahasa dayak) artinya lihat
• Kenohan (bahasa kutai), kenohan (bahasa dayak tunjung dan benuaq) artinya danau
• Langat (bahasa kutai), Langat (bahasa dayak tunjung) artinya panas terik
• Merang (bahasa kutai), Perang (bahasa dayak tunjung) artinya panas
• Mek (bahasa kutai ), mek (bahasa tunjung) artinya ibu
• Ye (bahasa kutai kota bangun), ye (bahasa dayak tunjung) artinya “yang”
• Jabau (bahasa kutai), jabau (bahasa dayak tunjung) artinya singkong
KEKERABATAN ORANG DAYAK TUNJUNG DAN BENUAQ DENGAN ORANG KUTAI
• Mengenai nama Kutai, ada pendapat bahwa itu memang bukan menunjuk
nama etnis seperti yang menjadi identitas sekarang. Sebaliknya ada yang
berpendapat nama Kutai selain menunjuk pada teritori. Sumpah Palapa
Patih Gajah Mada di Majapahit sempat menyebutkan Tunjung Kuta, ada pula
yang mengatakan tulisan yang benar adalah Tunjung Kutai. Dulu dalam
buku sejarah Kutai ditulis Kutei, padahal istilah Kutei justru
merupakan istilah dalam Bahasa Tunjung Benuaq, entah kapan istilah
tersebut berubah menjadi Kutai. Istilah Kutai erat pula dengan istilah
Kutaq – Tunjung Kutaq dalam bahasa Benuaq. Di pedalaman Mahakam
terdapat nama pemukiman (kota kecamatan) bernama Kota Bangun – sekarang
didiami etnis Kutai. Menurut catatan Penjajah Belanda dulu daerah ini
diami orang-orang yang memelihara babi, dan mempunyai rumah bertiang
tinggi. Menurut Orang Tunjung Benuaq, istilah Kota Bangun yang benar
adalah Kutaq Bangun. Demikian pula di sekitar Situs Sendawar ada daerah
yang namanya Raraq Kutaq (di Kec. Barong Tongkok, Kota Sendawar
ibukota Kutai Barat). Kutaq dalam bahasa Tunjung atau Benuaq berarti
Tuan Rumah, jadi orang Tunjung Benuaq lebih dahulu/awal menyebut
istilah ini dibandingkan versi lain yang menyebut Kutai berasal dari
Bahasa Cina – Kho dan Thai artinya tanah yang luas/besar.
• Nama Tenggarong (ibukota Kutai Kartanegara) menurut bahasa Dayak
Orang Benuaq adalah Tengkarukng berasal dari kata tengkaq dan karukng,
tengkaq berarti naik atau menjejakkan kaki ke tempat yang lebih tinggi
(seperti meniti anak tangga), bengkarukng adalah sejenis tanaman
akar-akaran. Menurut Orang Benuaq ketika sekolompok orang Benuaq
(mungkin keturunan Ningkah Olo) menyusuri Sungai Mahakam menuju
pedalaman mereka singgah di suatu tempat dipinggir tepian Mahakam,
dengan menaiki tebing sungai Mahakam melalui akar bengkarukng, itulah
sebabnya disebut Tengkarukng, lama-kelamaan penyebutan tersebut berubah
menjadi Tenggarong sesuai aksen Melayu.
• Perhatikan pula nama-nama bangsawan Kutai Martadipura dan Kutai
Kartenagara, menggunakan gelar Aji(id)[1] – bandingkan dengan nama Aji
Tullur Jejangkat pendiri Kerajaan Sendawar (Dayak) – ayah dari Puncan
Karna leluhur orang Kutai. Sisa kebudayaan Hindu Kaharingan yang
sama-sama masih tersisa sebagai benang merah adalah Belian Kenjong,
Belian Dewa serta Belian Melas/Pelas. Ketiga belian tersebut
syair/manteranya menggunakan bahasa Kutai.
(Sumber : http://satukalimantan.blogspot.com)
Artikel terkait :
- Suku Jawa
- Suku Bima
- Suku Bali
- Suku Batak
- Suku Asmat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar