Dalam
kesusasteraan Suku Dayak Kalimantan Tengah ,di mana orang Dayak sangat
percaya bahwa suku-suku yang dikalimantan itu dicipta langsung oleh
Tuhan Yang Maha Esa yang dalam bahasa Sangiang orang Dayak yang masih
mempertahankan keyakinan leluhurnya dengan ketat yaitu agama Kaharingan;
dan sang pencipta itu di kenal dengan nama Ranying Hattala
Langit Panganteran Bulan Raja Tuntung Matanandau (Raja dari segala Raja
yang berkuasa atas Bulan dan Matahari) yang tinggal di lewu tatau
habaras bulau habusung hintan(kampong kebahagiaan yang berlimpahkan emas permata ;kampong yang kekal tanpa ada penderitaan);Marko Mahin ;menyelami Kaharingan.
Dari manusia-manusia yang mendalami pulau Kalimantan saat
ini ,di yakini bahwa orang Dayak itu keturunan raja telu yaitu
keturunan Maharaja Bunu,Maharaja Sangen dan MaharajaSangiang yang
mana dalam penitisan langsung dari Tuhan Yang Maha Esa . asal-usul Suku
Dayak, meskipun masih terlihat adanya perbedaan-perbedaan pendapat.
Akan tetapi, bagi penganut Agama Hindu Kaharingan yang dikemukakan oleh
Riwut (1993; 2003), sesuai Tetek Tatum, orang Dayak berasal dari langit
ketujuh yang diturunkan ke bumi dengan menggunakan Palangka Bulau oleh Ranying Hatalla langit di empat tempat, yaitu:
(1) di Tantan Puruk Pamatuan, yang terletak di hulu Sungai Kahayan dan Barito,
(2) di Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting, yang terletak di sekitar Bukit Raya,
(3) di Datah Tangkasing hulu Sungai Malahui, yang terletak di daerah Kalimantan Barat, dan
(4) di Puruk Kambang Tanah Siang, yang terletak di hulu Sungai Barito.
Bagi orang Dayak, makna hidup tidak terletak dalam
kesejahteraan, realitas, atau objektivitas seperti dipahami oleh manusia
modern, tetapi dalam keseimbangan kosmos. Kehidupan itu baik apabila
kosmos tetap berada dalam keseimbangan dan keserasian. Setiap bagian
dari kosmos itu, termasuk manusia dan makhluk lainnya, mempunyai
kewajiban memelihara keseimbangan semesta. Peristiwa-peristiwa mistis
bagi orang Dayak adalah realitas transcendental, artinya objektivitas
mistis jelas ada pada lingkungan hidup, flora, fauna, air, bumi, udara
dan sebagainya, dimana makna religi dari lingkungan sekitar ini dilihat
baik dari segi objektif maupun subjektifnya (Ukur, 1994).
Bahwa kehidupan suku-suku Dayak sejak jaman dulu telah diwariskan kepada
generasi ke generasi dengan memelihara suatu hubungan pertalian
kekeluargaan yang menggambarkan adanya hubungan yang tidak terputus
tentang asal usul seseorang dengan alam, dimana dalam pergaulan
kehidupan sehari-harinya bersikap dan bertindak sebagai satu
kesatuan baik dalam hubungannya dengan alam kebendaan (natural) maupun alam sekeliling yang tidak kelihatan (supra natural).
Di sekitar dan di dalam Kawasan wilayah atau daerah yang di tetapkan
sebagai wilayah orang Dayak Siang diyakini masih terdapat banyak
daerah-daerah yang dapat menopang kehidupan mereka baik secara fisik dan
rohani, oleh karena itu sering dijumpai ekspresi permohonan keselamatan
dan kesejahteraan hidup yang diwujudkan dengan sesaji-sesaji pada dan
di sekitar pohon-pohon besar dan lingkungan yang agak spesifik yang
merupakan simbol-simbol kehidupan masyarakat Dayak.
Dalam penitisannya manusia pertama di namakan Antang Bajela
Bulau, seiring masa dan waktu dari sejarah tetek tatum (zaman masa ratap
tangis) yaitu zaman manusia sekarang yang hidup utidak pernah jujur
pada dirinya sendiri apa lagi pada alam ,lingkungan yang menopang
kehidupanya,dan oleh pengaruh budaya budaya luar yang tidak semestinya
di konsumsi malah membuat jebakan sendiri atas budaya uang tunai yang
menyebabkan hilangnya memori social mereka di mana zaman dulu orang
partisipativ (pilar-pilar Budaya Rumah Betang) / Thomas Wanly;Identitas Masyarakat Adat Dayak yang terkoyak ,hingga budaya konsumtip itu menjadi sebuah budaya baru yang sulit di hilangkan lagi.
Dayak siang adalah sub etnis suku dayak yang sebarannya di
Kalimantan tengah yaitu antara kecamatan Laung Tuhup,Barito Tuhup Raya
,Murung dan Tanah Siang atau di daerah Puruk Cahu dan sungai Laung dan
sungai Bomban juga di sungai Babuat.
Menurut sejarah Dayak siang merupakan salah satu suku yang
di turunkan oleh Ranying Hattala Langit di Puruk Kambang Tanah Siang
sekitar wilayah desa Oreng Kecamatan Tanah Siang Selatan,kabupaten
Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah yang diturunkan dengan Palangka
Bulau. Dayak siang sebenarnya ada dua yaitu Siang dan Murung; dimana
yang Murung kebanyakan yang mendiami daerah pinggiran sungai Berito dan
sungai Bomban, dan Yang siang nya tersebar di tanah Siang,sungai Laung,
dan sungai Babuat.
Dayak Siang pertmana kali lahir di lowu Korong Pinang dari pasangan suami –istri Langkit (suami)dan Mongei(istri) lama kelamaan Orang Siang dan Murung juga berkembang di Lowu Tomolum (desa Tamorum sekarang)yang juga merupakan tempat atau perkampungan para Sangiang atau para dewa yang luhur dan suci.
Lowu Korong pinang dan lowu Tamolum adalah dua lowu (kampong)yang
bergaul sangat akrap dan mempunyai komonikasi budaya dan adat istiadat
yang sangat berkembang dan beragam.Dan ada seorang Turunan dari Langkit dan Mongai yang bernama Tingang Ontah yang diambil oleh Dewa Dalung serta
dibawa kelangit untuk belajar hukum adat,yang sekarang diberlakukan
dan ditaati oleh seluruh turunan Dayak Siang, yang mana inti dari
ajaran nya yang terutama bagai mana hubungan manusia dengan sesama dan
alam sekitarnya untuk menyelamatkan tempat-tempat yang secara adat
dilindungi/tidak boleh diganggu, seperti: Tajahan/Pahewan, Kaleka, Sepan dan
lain sebagainya, serta konservasi kawasan ini juga akan dapat membantu
masyarakat untuk mempertahankan prinsip-prinsip predikat Manusia Garing dan Manusia Tingang,
dimana Manusia Garing dan manusia Tingang tersebut menurut (Ilon,
1990/1991) merupakan manusia yang bertugas selaku pengurus lingkungan
dalam Garis-garis Besar Belom Bahadat (Norma Kesopanan) terhadap unsur flora, seperti: Ma`ancak, Manumbal/Manyanggar, dan sebagainya, serta terhadap unsur fauna, seperti:Mampun/Mahanjean, Ngariau/Ngaruhei, dan lain-lain yang menyangkut ritual budaya seperti Tiwah dan lain sebagainya. Dijelaskan lebih jauh, selaku pengurus lingkungan hidup (bukan penguasa), maka manusia mengurusi 5 (lima) unsur yang terdiri dari: unsur flora, fauna, sesama manusia, para arwah dan roh-roh gaib, dimana makhluk manusia, terdiri dari tiga unsur, yaitu: (jiwa/sukma bereng (jasad), hambaruan) dan salumpuk (roh). Oleh
karena manusia mengurus ke-ima unsur tersebut, maka prinsip pelayanan
sebagai wujud kesopanan, memerlukan ruang dan waktu yang tepat dan
sesuai
Dan ada seorang tokoh yang bernama Cahawung terjatuh Ponyangnya (Jimat)diatas yang berada di hulu sungai Tingon (anak sugai Bantian) yang mana bukit tersebut di namakan Puruk Batun Ponyang.Ditempat yang sama ada kejadian yang menimpa seorang Dewa bernama Oling,ia terluka tangannya terkena Mandau (senjata
khas Dayak/ besi buatan manusia) dan darahnya tak bisa berhenti
keluar,lalu genangan darahnya berubah menjadi Lawang (danau) yang
sekarang disebutLawang Kelami,yang letaknya antara Desa Tomolum dan desa Mongkolisoi.Hal tersebut menyebabkan para dewa–dewi yang yang mendiami desa Tomolum pindah k eke lowu Uut Sungoiyang di namakan Sungoi Cahai Langit.Smpai sekarang masih adabukti yaitu sebuah bukit yang dinamakan Keleng Lunjan yang dapat dilihat di Lowu Tokung di bukit Tokung ini bila di gali tanahnya akan ditemukan pecahan –pecahan guci.
Lowu Korong Pinang kemudian berkembang dan berpindah ke Lowu Dirung Jumpun,dari sini berpindah lagi ke LOwu Pina Lunuk atau Lowu Olung Owuh,pindah lagi ke Lowu Olung Mohoikemudian pindah lagi ke lowu Bangan Tawan, Adapun lowu Tomolum juga mengalami beberapa kali perpindahan yaitu ke Lowu Lawang Ulit Bakoi,Siwo,lalu ke Lowu Haju,lalu ke Datah Lahung,lowu Kalang Sisu,lowu Kuhung Apat,dan likun Puan dan kembali lagi ke Datah lahung.
Kata-kata Dayak “SIANG’ berasal dari sejarah yang berawal di Sungai Mantiat .Dihulusungai
ini ada sebuah pohon yang dibri nama “SIANG” dan kayu ini kemudian tua
rebah dan lapuk dan bekas tumbangnya pohon ini kemudian menjadi aliran
sungai yang mengalir kesungai Mantiat Pari di
desa Mantiat Pari sekarang. Orang yang hidup di Lowu Korong Pinang
menggunakan air sungai yang berasal dari pohon siang ini,mereka ini
kemudian di sebut Dayak Siang.Suku Dayak Siang ini kemudian berkembang
membentuk beberapa perkampungan baru dan berpencar di beberapa tempat
hingga sekarang ini.sedangkan kampong atau Lowu sejarah asal usul mereka
adalah Lowu Tomolum yang ada sampai sekarang atau desa Tambelum ,Desa
ini ada jauh sebelum zaman Belanda dan sebelum adanya Negara Republik
Indonesia ini. Tapi apa yang sebenarnya kita anggap sebagai Tanah
Keabadian sejak masuknya investasi atas nama pembangunan, daerah-daerah
ini yang kita anggap sacral dan lambang jiwa manusia Dayak telah di
hancurkan oleh kapitalis yang mana kawasan tersebut yang melimpah akan
emas nya telah menjadi kubangan-kubangan raksasa dan tempat pembuangan
tailing zat-zat beracun oleh PT.INDOMORO KENCANA STRAIT , PT.ANTANG MURA
PERKASA dan para Pengusaha Group Broken Hill Property Billiton , yang
juga Grup Gunung Bayan Reseurcys yang perlahan tapi pasti akan membunuh
orang –orang dayak Siang selain Tanah dan sumber-sumber kehidupan yang
bergantung pada alam dan hutan di rampas atas nama kebijakan investasi
pembangunan. (Sumber : www.ceritadayak.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar