Salah satu suku yang mendiami Sulawesi
Tenggara adalah Suku Tolaki yang berada di sekitar kabupaten
Kendari dan Konawe. Suku Tolaki berasal dari kerajaan Konawe.
Dahulu, masyarakat Tolaki umumnya merupakan masyarakat nomaden yang handal,
hidup dari hasil berburu dan meramu yang dilaksanakan secara gotong-royong. Hal
ini ditandai dengan bukti sejarah dalam bentuk kebudayaan memakan sagu
(sinonggi/papeda), yang hingga kini belum dibudidayakan atau dengan kata lain
masih diperoleh asli dari alam. Raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo
(delapan hari).
Masyarakat
Kendari percaya bahwa garis keturunan mereka berasal dari daerah Yunan Selatan
yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat, walaupun sampai saat ini
belum ada penelitian atau penelusuran ilmiah tentang hal tersebut. Kini
masyarakat Tolaki umumnya hidup berladang dan bersawah, maka ketergantungan
terhadap air sangat penting untuk kelangsungan pertanian mereka. untunglah
mereka memiliki sungai terbesar dan terpanjang di provinsi ini. Sungai ini
dinamai sungai Konawe. yang membelah daerah ini dari barat ke selatan
menuju Selat Kendari.
Wilayah
Suku Tolaki
Kota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah suku bangsa Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi Tenggara selain suku Muna dari Pulau Muna dan Suku Buton yang berasal dari pulau Buton.
Kota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah suku bangsa Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi Tenggara selain suku Muna dari Pulau Muna dan Suku Buton yang berasal dari pulau Buton.
Sekitar
abad ke-10 daratan Sulawesi Tenggara memiliki dua kerajaan besar yaitu kerajaan
Konawe (wilayah Kabupaten Konawe) dan Kerajaan Mekongga (Wilayah Kabupaten
Kolaka) secara umum kedua Kerajaan ini serumpun dan dikenal sebagai suku
Tolaki. Dalam artikel ini saya akan membahas secara singkat tentang Kebudayaan
masyarakat Tolaki.
Sejarah
Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi
Tenggara.mendiami daerah yang berada di sekitar kabupaten
Kendari dan Konawe. Suku Tolaki berasal dari kerajaan Konawe.
Dahulu, masyarakat Tolaki umumnya merupakan masyarakat nomaden yang handal,
hidup dari hasil berburu dan meramu yang dilaksanakan secara gotong-royong. Hal
ini ditandai dengan bukti sejarah dalam bentuk kebudayaan memakan sagu
(sinonggi/papeda), yang hingga kini belum dibudidayakan atau dengan kata lain
masih diperoleh asli dari alam. Raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo
(delapan hari). Masyarakat Kendari percaya bahwa garis keturunan mereka berasal
dari daerah Yunan Selatan yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat,
walaupun sampai saat ini belum ada penelitian atau penelusuran ilmiah tentang
hal tersebut. Kini masyarakat Tolaki umumnya hidup berladang dan bersawah, maka
ketergantungan terhadap air sangat penting untuk kelangsungan pertanian mereka.
untunglah mereka memiliki sungai terbesar dan terpanjang di provinsi ini.
Sungai ini dinamai sungai Konawe. yang membelah daerah ini dari barat ke
selatan menuju Selat Kendari.
Budaya/Adat
Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan
terhadap putusan lembaga adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih
memilih menyelesaikan secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah
dalam hal sengketa maupun pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat
tolaki, misalnya dalam masalah sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat
tolaki akan menghormati dan mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya
masyarakat tolaki merupakan masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih
jalan damai dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak
dulu merupakan inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki
yang setiap saat, dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan
dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan
tersinggung dengan mudah jika dikatakan , pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan
miskin, dihina, ditindas dan sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai
motivator untuk setiap pribadi masyarakat tolaki untuk selalu menjadi lebih
kreatif, inovatif dan terdorong untuk selalu meningkatkan sumber dayanya
masing-masing untuk menjadi yang terdepan.
Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata
pergaulan), budaya ini merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku
yang sopan dan santun, saling hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai
dengan filosofi kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan antara
lain sebagai berikut:
Ø “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”
Artinya : Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang lain akan banyak sopan kepadanya.
Ø “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara”
Artinya : Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum adat maka ia akan dikenakan sanksi / hukuman
Ø “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”
Artinya : Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan kebaikan
Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso”
(budaya bersatu, suka tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki
dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa
upacara adat,pesta pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong
dan bantu-membantu .
Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga
terhadap martabat dan jati diri sebagai orang tolaki), budaya ini sebenarnya
masuk kedalam “budaya kohanu” (budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena
pada budaya ini tersirat sifat mandiri,kebanggaan, percaya diri dan rendah hati
sebagai orang tolaki .
Tarian Adat
- Tari Mondotambe
Tari
Monotambe atau tari penjemputan misalnya merupakan tarian khas Suku Tolaki yang
kerap ditampilkan saat ada event berskala besar untuk menjemput tamu besar.
Misalnya saat pembukaan Festival Tekuk Kendari (Festek) yang kerap dihadiri
beberapa tamu penting dari Jakarta dan daerahlain. Sebagai catatan Suku Tolaki
merupakan penduduk asli Kota Kendari sebagaimana Suku Betawi di Kota Jakarta.
Tarian ini dilakoni oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki sebagai pengawal. Para penari perempuanyya mengenakan busana motif Tabere atau hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala, dan kalung. Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan dua penari lelakinya memegang senjata tradisional.
Tarian ini dilakoni oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki sebagai pengawal. Para penari perempuanyya mengenakan busana motif Tabere atau hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala, dan kalung. Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan dua penari lelakinya memegang senjata tradisional.
b. Tari Lulo (Molulo)
Sementar
Tari Lulo merupakan tari pergaulan khas Sulawesi Tenggara yang juga populer di
Kota Kendari. Tarian ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai ajang
perkenalan. Kini Tari Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu kehormatan
sebagai tanda persahabatan antara warga Kota Kendari dengan pendatang, dalam
hal ini wisatawan.
Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para penarinya saling berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran yang saling menyambung. Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari. Setiap tamu yang tidak bisa menari akan dianjarkan cara melangkah atau menari ala Tari Lulo oleh penari yang mengajaknya hingga terbiasa.
Tari Lulo ini pun kerap ditampilkan pada Festek. Bahkan pada perayaan tersebut, tari ini pernah ditampilkan secara kolosal dengan mengikutsertakan warga kota dan wisatawan yang datang
Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para penarinya saling berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran yang saling menyambung. Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari. Setiap tamu yang tidak bisa menari akan dianjarkan cara melangkah atau menari ala Tari Lulo oleh penari yang mengajaknya hingga terbiasa.
Tari Lulo ini pun kerap ditampilkan pada Festek. Bahkan pada perayaan tersebut, tari ini pernah ditampilkan secara kolosal dengan mengikutsertakan warga kota dan wisatawan yang datang
Suku Tolaki,
adalah suku yang berdiam di kabupaten Kendari dan Konawe di Sulawesi Tenggara.
Cerita
Rakyat
Menurut
cerita rakyat, bahwa dahulu ada sebuah kerajaan, yaitu Kerajaan
Konawe. Raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo. Dari keturunan
orang-orang kerajaan ini lah yang menjadi masyarakat suku Tolaki sekarang. Pada
masa sebelum-sebelumnya orang Tolaki merupakan masyarakat yang nomaden, mereka
bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, hidup dari hasil berburu dan
mencari tempat baru untuk membuka ladang.
Mereka percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari daratan china, yaitu dari daerah Yunnan yang bermigrasi ke wilayah ini. Dalam tradisi orang Tolaki memberi petunjuk bahwa penghuni pertama daratan Sulawesi Tenggara adalah Toono Peiku (ndoka) yang hidup dalam gua-gua dan makanannya adalah Sekam (Burnahuddin, 1973:53)
Orang Tolaki pada umumnya menamakan dirinya Tolahianga yang artinya orang dari langit, yaitu dari Cina. Kalau demikian istilah Hiu dalam bahasa Cina artinya langit dihubungkan dengan kata Heo (Oheo) bahasa Tolaki yang berarti terdampar atau ikut pergi ke langit (Tarimana, 1985).
Mereka percaya bahwa nenek moyang mereka berasal dari daratan china, yaitu dari daerah Yunnan yang bermigrasi ke wilayah ini. Dalam tradisi orang Tolaki memberi petunjuk bahwa penghuni pertama daratan Sulawesi Tenggara adalah Toono Peiku (ndoka) yang hidup dalam gua-gua dan makanannya adalah Sekam (Burnahuddin, 1973:53)
Orang Tolaki pada umumnya menamakan dirinya Tolahianga yang artinya orang dari langit, yaitu dari Cina. Kalau demikian istilah Hiu dalam bahasa Cina artinya langit dihubungkan dengan kata Heo (Oheo) bahasa Tolaki yang berarti terdampar atau ikut pergi ke langit (Tarimana, 1985).
Orang Tolaki memiliki
beberapa budaya seni, yaitu:
- tari Mondotambe
- tari Lulo
- tari Mekindohosi
- tari Moana
- musik bamboo
Upacara
Adat
Upacara
adat yang populer dari Suku Tolaki adalah Upacara Adat Mosehe, yang
merupakan salah satu bentuk upacara ritual yang bertujuan untuk menolak
datangnya malapetaka karena telah melakukan pelanggaran baik sengaja maupun
tidak sengaja.
Kepercayaan
Mayoritas Suku Tolaki adalah pemeluk agama Islam. Agama Islam berkembang di wilayah ini
sejak beberapa abad yang lalu. Masyarakat Tolaki adalah pemeluk agama Islam yang
taat.
Bahasa
Orang
Tolaki berbicara dalam bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki merupakan cabang dari
bahasa Austronesia, dan masih berkerabat dengan bahasa Mekongga. Budaya dan
bahasa Tolaki memiliki banyak persamaan dengan budaya dan bahasa Mekongga.
Kemungkinan antara suku Tolaki dan suku Mekongga masih terdapat kekerabatan
dari sejarah asal-usul di masa lalu.
Masyarakat Suku Tolaki pada umumnya bertahan hidup dengan berladang dan bersawah.
Kebutuhan akan air sangat tinggi, untuk kelangsungan pertanian mereka.
Kehadiran sungai Konawe sangat membantu pertanian mereka. Sungai Konawe
membelah daerah ini dari barat ke selatan menuju selat Kendari.
Di
luar kegiatan bertani, mereka juga memanfaatkan hasil hutan untuk mencari sagu.
Sagu (sinonggi atau papeda) menjadi makanan favorit orang Tolaki selain beras.
Selain itu batang sagu juga dijadikan tikar dan daunnya dimanfaatkan untuk atap
rumah. Sayangnya sagu ini hanya diperoleh dari alam dan belum
dibudidayakan. Selain itu mereka juga memiliki kebiasaan menangkap ayam
hutan dengan alat kati.
Sumber : http://alfiwillshare.blogspot.com
Artikel terkait :
- Suku Laut
- Suku Duri
- Suku Bajau
- Suku Kaili